Ingin kukhianati setiap badai kenangan yang menerbangkan
rupamu ke sini, ke ruang renung yang limbung tempat kugantung
segala sayup raung, o, kekasihku yang jauh di balik teluk, di tengah
rerimba yang makin melubukkan sakit hati pada poros hari
karena rupamu telah bopeng dimakan musim perceraian kita
tapi aku masih cinta, o, kekasihku yang jauh, dengan segenap
peluh, segenap keluh kuandaikan jaring laba-laba yang rapuh
memerangkap subuh yang selalu kita sulukkan tiap hari
maka perjamuan terakhir yang kupersembahkan untukmu
kutandai dengan segala bisik sendu, setelah ini
masing-masing rumpun kita akan layu dituba usia dusta:
usia cerai kita yang semakin mengukuhkan engkau ada
dan selalu saja wajahku retak tak berdaya
memahami senyum memahat usang wajahmu di belantara
hatiku yang kian rimbun menyamun segala lamun
dan hatiku tiba-tiba menjelma lanun kehilangan kapal
kelasi dan angin di buritan
sebab aku telah terlalu tua untuk kembali merompakmu
dan mengajakmu berlayar, karena perceraian kita telah merobek peta
dan kelana di sebuah sudut teluk yang hilang nama
Lasi, Desember 2009
0 komentar:
Posting Komentar